Suatu Siang di pertengahan 2005,

Kala itu saya dan beberapa teman sedang liburan bersama di Jogja setelah kelulusan SMA. Namanya jiwa anak SMA yang baru (untung) lulus dan pertama kali merasakan kebebasan, kami memutuskan untuk menjelajahi jogja tanpa ada satupun yang tahu jalan. Sebenarmya salah seorang teman yang ikut memiliki kakak yang kuliah disana, namun dia harus memilih antara pacaran atau menemani rombongan adiknya jalan-jalan. Sebagai kakak yang baik tentu saja tidak perlu berpikir lama untuk mengambil keputusan. Yes, dia memilih pacaran.

Pilihan yang masuk akal. Bermanja-manja dengan pacar tentu lebih menyenangkan dibanding berpanas-panasan dengan kemungkinan terserang sakit jiwa karena mengajak tamasya gerombolan bocah hiperaktif yang melihat mbak-mbak pakai rok mini saja sudah langsung demam.

Oke, balik lagi. Kami yang berjumlah 4 orang mendapat pinjaman 2 motor dari kakak teman saya dan pacarnya tadi. 

" Kamu pulangnya tunggu mereka balik ya. Kan ga ada motor" Kakak teman saya tadi berbicara pelan kepada pacarnya setelah memberikan kunci. (3 tahun kemudian saya baru mengerti jika ini yang dinamakan modus). 

Setelah siap, dengan semangat 45 dan bermodal peta kota jogja , kami pun berangkat.

2 Jam kemudian,..

“Ini kita bener jalannya ?” tanya saya kepada yang lain.
“Nggak Tau”.
“Nggak ngerti”.
“Kayaknya bener. Kalo ga bener berarti salah”.

Ternyata antusiasme tinggi yang kami miliki tidak diimbangi dengan kemampuan membaca peta dan kadar logika yang jika dilihat oleh guru kami, niscaya mereka akan mengkaji ulang kelulusan yang mereka beri. Kami resmi dinyatakan nyasar.

Berputar-putar tak tentu arah selama beberapa lama, akhirnya kami menarik kesimpulan untuk terus mengikuti jalan raya. Kami sempat bertanya dengan orang dijalan, hanya perbedaan budaya dimana penduduk jogja yang menggunakan arah mata angin sebagai panduan membuat kami tidak mencerna petunjuk yang diberikan dengan baik.

“ Ke utara, habis itu perempatan ke selatan, terus ke timur”
“Nggg….”

Dan hasilnya, kami tambah nyasar entah dimana. Kanan kiri banyak hamparan sawah. Disini saya merasa pepatah malu bertanya sesat dijalan hanya sekedar kata-kata manis ala orang kampanye.

Akhirnya sebersit harapan muncul ketika jalan yang ditelusuri mulai menampakkan aktivitas masyarakat yang cukup ramai. This must be it ! We did it guys ! Akhirnya nyampe juga. Malioboro here we come !

Tapi mungkin dewi fortuna lagi sibuk arisan, harapan dan rasa lega yang ada di kepala kami seketika sirna ketika melihat gapura batas kota bertuliskan “ Kota Klaten”. Nggak perlu angka 9 di pelajaran geografi buat ngerti kalau Klaten udah bukan wilayah Jogja dan jaraknya lumayan jauh bagi yang nggak biasa. Yah mau bagaimana lagi, karena tenaga habis dan hari sudah mulai sore kami hanya duduk-duduk sebentar di sebuah warung untuk minum es sembari mengistirahatkan pantat yang pegal untuk kemudian melanjutkan aktivitas nyasar yang masih belum mau berakhir dalam perjalanan kembali ke Jogja.

10 tahun berlalu.

Siapa sangka sekarang saya malah berdomisili di Jogja dan seperti mengulang kejadian yang sama kali ini adik saya beserta teman-temannya yang datang berlibur ke jogja disaat pacar sedang libur kerja. Hmm dilematika antara adik dan pacar akhirnya saya rasakan. Dan tentu sebagai kakak yang baik saya tahu apa yang harus dilakukan.

“ Hati-hati , jangan ngebut.“ kata saya sambil memberi dua buah kunci motor milik saya dan pacar.

Sebenernya khawatir juga mereka bakalan nyasar kayak saya dulu. Tapi ini udah 2015. Kalaupun nyasar ketimbang nyari jalan pulang, yang duluan mereka lakuin paling posting status beserta foto selfie di sosmed lengkap dengan lokasi dimana mereka berada. So,there's nothing to worry about.

Perkiraan saya benar. Menjelang sore, mereka pulang dengan wajah ceria dan 4 giga foto-foto di kamera.

“Nggak nyasar ?” tanya saya.

“Nggak Kak. Pake Waze tadi” jawab adik saya sambil menunjukkan salah satu aplikasi GPS di ponselnya. “ Besok pinjem motornya lagi ya. Kami mau jalan-jalan lagi” lanjutnya.

Saya hanya mengangguk sambil bergumam  “ Kampret, indah banget hidup kalian”.

Sepuluh tahun, ribuan perubahan.

Membandingkan perubahan yang dihasilkan dari perkembangan teknologi di Indonesia dalam rentang waktu 10 tahun tentu tidak sulit. Banyak sekali hal yang kentara terlihat. Jika dulu untuk mencari bahan tugas sekolah harus melalui proses yang repot ( ke perpustakaan – nyari buku yang berkaitan – mau pinjam – nggak boleh sama librarian karena ada buku yang belum dikembalikan - pulang kerumah lagi – cari buku yang dipinjam - balik ke perpustakaan lagi – perpustakaannya udah tutup – pengen nangis tapi gengsi – kontemplasi dosa apa yang udah dibikin hari ini ), sekarang dengan kekuatan internet yang begitu besar kita tinggal nongkrong didepan laptop atau bahkan smartphone dan dalam sekejap informasi yang diinginkan hadir didepan mata. Easy as pie.

Infografis pengguna internet di Indonesia dalam kurun waktu 2010-2014
Sumber : http://adways-indonesia.co.id/


Dulu, orang seperti saya dimana Tuhan lupa memasukkan elemen ganteng waktu saya masih diproses, mesti pasrah kalau difoto. Ga perlu diliat daripada sakit mata. Minta foto ulang juga percuma, yang memfoto juga pasti males. Sekarang dengan aplikasi Photo editor yang menjamur, banci taman lawang aja bisa jadi mirip Jessica Alba, terus jadi profile picture di aplikasi chatting. Yang ngajak ketemu ya semoga masih dikaruniai jantung yang kuat.

Selain untuk pribadi, teknologi juga memberi pengaruh yang kuat terhadap masyarakat banyak dan negara. Contoh yang sering diberitakan media adalah penggunaan e-catalogue dalam proses tender pemerintah yang diklaim bisa mengurangi perilaku korupsi. Saya yakin kita semua sudah muak dengan korupsi dan dengan teknologi kita berharap hal itu bisa jauh berkurang.

E-commerce : bentuk kemajuan teknologi yang tengah menggeliat di Indonesia saat ini .
Sumber : kominfo.go.id
Atau geliat e-commerce yang sedang kuat-kuatnya di Indonesia. Para pedagang tidak harus punya toko fisik untuk berjualan. Cukup melalui media sosial atau bergabung dengan platform yang menyediakan lapak online dan voila, anda sudah berstatus sebagai pengusaha. Pembeli pun sama. Tingal cari di internet, kirim uang, dan barang yang mau dibeli sudah ditangan. Dalam segi ekonomi keseluruhan, berdasarkan riset Google bersama iDea dan TNS nilai pasar e-commerce di Indonesia tahun 2016 diperkirakan mencapai 295 triliun Rupiah. That's sure one hell of a lot of money ! Dengan perputaran uang sebesar itu jelas memberi nilai yang cukup berarti bagi pemasukan pajak negara.

Akhirnya tidak bisa dipungkiri kalau kemajuan teknologi dalam sepuluh tahun ini memberi perubahan yang signifikan dalam seluruh aspek kehidupan dari hiburan, pengetahuan, hingga ekonomi di Indonesia.

Kemajuan Teknologi : Selalu bagus, namun kita, terkadang salah fokus.

Lantas apa kemajuan teknologi yang terjadi selama 10 tahun ini semuanya baik ? Bukankah karena teknologi, juga banyak terjadi hal-hal yang malah merugikan baik diri sendiri maupun orang banyak. ?

Kasus “Mama minta pulsa” misalnya. Walaupun tidak membuat galau seperti “ Mama minta cucu”, scam ini cukup merisaukan masyarakat. Dengan modal sedikit para penipu bisa meraup jutaan rupiah dari korban yang terjebak. Belum lagi jenis scam yang lain. Mulai dari email scam “ pangeran Nigeria yang mau ngasih duit jutaan dolar” sampai “ cara agar dapat memikat wanita dengan mudah” ( ini yang ngirim emang tahu saya jelek atau ah entahlah).

Jika perkara diatas memang dilakukan berdasarkan intensi para pelakunya, mungkin masih bisa dipersempit melalui pengetahuan dan logika kita. Namun keburukan dari kemajuan teknologi yang kita lakukan sendiri baik entah secara sadar atau tidaklah yang lebih berbahaya. Kecanduan adalah salah satunya.

Infografis bagaimana Smartphone yang merupakan salah satu kemajuan teknologi memengaruhi pola kehidupan. Studi kasus di restoran. Sumber : techinasia.com 


Adiksi yang diberikan teknologi secara perlahan mulai menyatu dengan pola kehidupan. Main game berhari-hari tanpa mempedulikan urusan lain, sibuk eksis di media sosial hingga melupakan dunia nyata, dan masih banyak lagi. Di titik ini, sama seperti heroin, teknologi mampu menjadi perusak masa depan.

Jadi kemajuan teknologi itu anugrah atau kutukan ?

Pertanyaan diatas menurut saya sama seperti “ gimana rasanya jadi pejabat yang jujur?”. Enak atau repot ? ( karena kalau yang nggak jujur mana mungkin mau repot). Apakah enak karena memiliki kedudukan, dikenal banyak orang , memiliki kuasa atau justru di sisi lain rapot dan capek karena harus mengurusi berbagai problematika masyarakat yang dipimpinnya?

Contoh mereka yang bisa fokus memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai sarana untuk mencapai hal yang positif.
Sumber : Ziliun.com


Jawabannya tidak pasti. Namun yang menjadi point adalah dia sudah menjadi pejabat. Seperti yang kita tahu, untuk memiliki posisi yang tinggi memerlukan usaha yang kuat. Mulai dari pengetahuan, kampanye dan berbagai hal yang menguras fisik dan mental. Jika dia pejabat yang jujur, repot itu pasti, capek juga iya. Tapi jika dia memiliki fokus dan tujuan untuk menjadi pemimpin yang baik, hal yang negatif pasti tidak begitu terasa.

Sama dengan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi adalah bukti bahwa manusia selalu berpikir dan berkembang. Dan itu hal yang positif. Tentang bagaimana teknologi memengaruhi kehidupan, itu tergantung bagaimana fokus kita dalam menggunakannya. Apakah sebagai pelengkap atau penguasa kehidupan.

Katakanlah seperti main game. Jika fokus kita untuk mencari hiburan dari aktivitas yang melelahkan, tentu tidak akan sampai berhari-hari. Secukupnya saja. Atau aktif di media sosial untuk menjalin pertemanan yang luas, bukan untuk melupakan dunia nyata.

Tanpa kemajuan teknologi, banyak hal besar yang tidak akan terjadi.Mungkin kita tidak akan mengenal Raditya Dika sebagai blogger. Mungkin dia menjadi pejabat, karyawan atau jika dia mengerti teknologi senjata dan diculik teroris ke gurun pasir dia bisa saja menjadi Iron Man. Namun kita mengenalnya sebagai blogger. And a big one. Dia bisa menggunakan teknologi sebagai media yang memudahkan kehidupan, bukan menguasai. Dan itulah kuncinya.

Teknologi itu seharusnya memudahkan yang sulit. Bukan menyulitkan yang mudah. Membeli baju melalui media online itu benar. Meskipun harus menunggu pengiriman, tapi bukan keperluan yang mendesak. Berbeda jika membeli sabun cuci di website online. Masa piring kotor harus menumpuk beberapa hari sampai sabunnya diterima? Itu namanya stres.

Selama 10 tahun, berbagai kemajuan teknologi tanpa berhenti memasuki Indonesia. Dan kita ikut merasakannya. Menganggap teknologi itu anugrah mungkin tidak selalu. Namun menganggapnya kutukan juga sama seperti menyalahkan manusia karena berpikir. Jadi, anugrah atau kutukan , sekarang tergantung bagaimana fokus dan sudut pandang kita dalam menggunakan dan menyikapi teknologi yang ada.

Karena kemajuan teknologi itu selalu bagus. Namun, kita yang terkadang salah fokus.